Rabu, 01 Oktober 2014

mengapa hukum peninggalan kolonial masih dipakai di Indonesia


Hukum belanda yang masih digunakan di indonesia sampai sekarang, sesuai dengan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 disebutan "segala badan negara dan peraturan yang ada masing langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini". Dengan demikian ketentuan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 dikeluarkan agar tidak terjadi kevakuman hukum di Indonesia. Oleh karena itu Indonesia belum bisa membuat aturan yang baru sesuai undang-undang 1945. Masih berlakunya hukum kolonialisme di indonesia juga tak lepas dari pengaruh lamanya Indonesia di jajah selama 350 tahun. Dalam masa penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda banyak sekali meninggalkan sejarah di Indonesia. Mulai dari, sistem pemerintahan yang diterapkan di wilayah Indonesia, sistem perekonomian, sistem pendidikan dan juga sistem hukum. Peninggalan pemerintahan kolonial Belanda yang masih kita pakai dan kita jadikan pedoman adalah sistem hukumnya. Salah satu contohnya, di Indonesia hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS)
KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis).Sedangkan, Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia. Meskipun sistem hukum kita merupakan bagian dari warisan pemerintah kolonial Belanda, Indonesia tidak sepenuhnya menerapkan itu saja, tapi juga menerapkan sistem hukum islam dan juga sistem hukum adat. Melihat sistem hukum kita yang tidak terlepas dari peninggalan Belanda,  universitas-universitas di Indonesia untuk Fakultas Hukum berkerja sama dengan universitas-universitas di Belanda.
Tetapi menurut saya pribadi mengapa masih dipertahankannya hukum kolonialisme di indonesia selain mengisi kevakuman hukum yaitu keberpihakkan hukum pada penguasa, dan meminimalkan kekuatan rakyat sehingga menguntungkan penguasa dan merugikan rakyat. Selama ini kita dibuai oleh segala macam kemudahan sehingga antara sadar dan tidak kita telah terjerat oleh budaya-budaya negatif peninggalan kolonial hingga sekarang,  tapi kita sadar tidak sadar, merasa itulah budaya kita padahal budaya kita tidak seperti itu, budaya kita adalah bergotong royong, saling asah, saling asih dan saling asuh. Namun kenyataannya masyarakat kita saat ini lebih suka melabeli dirinya dengan tag kaya-miskin, cantik-jelek dll. Perbedaan selalu dipelihara agar satu sama lain bisa terlihat lebih dari orang lain, dari manakah budaya men tag diri dan orang lain seperti ini berasal jika bukan peninggalan jaman belanda yang selalu memisahkan si kaya dan si miskin, dan bodohnya tetap kita pelihara sampai saat ini. Perbedaan yang mencolok bisa merubah mental manusia indonesia menjadi buruk, bahkan orang bisa menghalalkan segala cara untuk menghilangkan perbedaan tersebut seperti yang dikatakan machiaveli "menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan". Saya pribadi melihat pernyataan machiaveli dengan pikiran positif, pada saat itu memang perlu dilakukan segala cara untuk menjaga keutuhan negara dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, machiaveli yang saat itu menjabat sebagai konselir melihat bahwa raja nya ini mulai goyah dan bimbang, lalu berkatalah machiaveli kepada sang raja untuk menghalalkan segala cara demi mempertahankan kesatuan, keutuhan bangsanya. Orang-orang saat ini lebih suka melihatnya dengan cara negatif, hanya mengambil intinya saja tetapi tidak tahu latar belakang mengapa kata-kata tersebut dikeluarkan. yang memang untuk saat itu sangat diperlukan.



6 komentar: